PUSARAN.CO—Katering menjadi salah satu layanan yang disiapkan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi di setiap musim haji. Namun, layanan katering selama ini hanya diberikan kepada jamaah haji saat berada di Madinah, sebanyak 18 kali makan dalam rentang sembilan hari.
Layanan katering juga diberikan pada fase puncak haji di Arafah – Muzdalifah – Mina (Armina), sebanyak 15 kali makan.
Saat di Makkah, jamaah diminta membeli makanan sehari-harinya secara mandiri, berbekal uang saku (living cost) sebesar SAR1.500 yang diberikan kepada mereka di asrama haji Embarkasi, jelang keberangkatan ke Arab Saudi. Baru pada operasional haji 1436 H/2015 M, layanan katering diberikan juga kepada jamaah Indonesia ketika mereka berada di Makkah. Meski sudah ada layanan katering di Makkah, living cost tetap diberikan kepada jamaah.
Ketua PPIH Arab Saudi 1444 H/2023 M Subhan Cholid menjelaskan kebijakan penyediaan layanan katering mulai 2015 tidak terlepas juga dari perubahan kebijakan yang diberlakukan Pemerintah Arab Saudi. Sejak 2015, katering menjadi salah satu syarat dalam pelaksanaan elektronik haji (e-hajj), selain akomodasi dan transportasi.
Lantas, bagaimana perkembangan layanan katering di Makkah?
Subhan Cholid menjelaskan, terhitung sejak 2015, layanan katering bagi jamaah haji Indonesia di Makkah sudah berjalan dalam tujuh kali musim haji. Sebab, Indonesia tidak memberangkatkan jemaah haji pada dua tahun masa pandemi, 2020 dan 2021.
“Dalam rentang tujuh tahun itu, jumlah layanan katering di Makkah tidak selalu sama setiap musimnya,” terang Subhan Cholid di Makkah, Minggu (18/6/2023).
Menurut Subhan, pada tahun pertama pemberian layanan katering di Makkah (2015), jamaah haji Indonesia saat itu mendapatkan 15 kali layanan katering yang didistribusikan sebagai makan siang. Layanan itu diberikan sejak kedatangan pertama jamaah haji Indonesia di Makkah. Namun, pada enam hari sebelum puncak haji, layanan katering di Makkah dihentikan sementara dan baru dibuka setelah puncak haji.
“Jadi, bagi jamaah yang datang ke Makkah menjelang puncak haji, layanan katering diberikan pada fase sebelum dan sesudah Armina,” sebutnya.
Layanan katering di Makkah, lanjut Subhan, bertambah pada 2016, menjadi 24 kali berupa makan siang dan malam. Setahun kemudian, layanan konsumsi jamaah di Makkah bertambah menjadi 25 kali. Selain makan siang dan malam, ada penambahan satu kali pemberian snack berat untuk bekal sarapan jamaah.
Pada 2018 dan 2019, layanan katering di Makkah diberikan sebanyak 40 kali, dalam bentuk makan siang dan malam. Adapun pada 2020 dan 2021, Indonesia tidak memberangkatkan jemaah haji karena pandemi Covid-19.
Dijelaskan Subhan, sejak 2015 sampai 2019, selalu saja ada penghentian sementara layanan katering jelang dan setelah puncak haji. Hanya saja, rentang masa penghentiannya yang berbeda-beda. Pada 2015, penghentian sementara bahkan sudah dilakukan sejak enam hari sebelum puncak haji. Sementara pada 2016 hingga 2019, penghentian sementara dilakukan sejak tiga hari sebelum fase puncak haji. Layanan katering pada masa itu baru diberikan kembali tiga hari setelah puncak haji, tepatnya mulai 16 Zulhijjah.
Ada dua alasan penghentian katering jelang dan setelah puncak haji. Pertama, menjelang wukuf, seluruh jamaah haji dunia sudah terkonsentrasi di Makkah sehingga jalanan mulai padat dan akses menuju ke pemondokan jamaah juga sering ditutup saat menjelang shalat. “Kondisi seperti ini menyulitkan dalam proses distribusi makanan karena kepadatan lalu lintas di Kota Makkah,” jelas Subhan.
“Kita sih maunya memberikan layanan makanan terus menjelang hari H-nya. Tapi kondisi di Makkah memang berbeda karena kepadatan lalu lintas. Seluruh bus transportasi juga dihentikan dua hari menjelang Arafah karena seluruhnya dikonsentrasikan untuk Armina,” tambahnya.
Alasan kedua, sebut Subhan, tenaga kerja penyedia layanan katering, misalnya juru masak, menjelang puncak haji ikut dikonsentrasikan ke dapur-dapur di Armina. Sebab, layanan katering selama Armina dimasak di dapur-dapur yang disiapkan di tenda jamaah haji Indonesia di Arafah dan Mina. “Jadi mereka sudah terkonsentrasi untuk Armina. Sehingga, layanan katering pada masa-masa itu dihentikan sementara,” ujarnya.
Pada 2022, pandemi Covid-19 mulai mereda. Indonesia kembali memberangkatkan jamaah haji. Namun, saat itu kuota yang diberikan tidak mencapai 50%, hanya 100.050 jamaah haji saja. Pengurangan kuota juga terjadi untuk semua negara. Secara keseluruhan, berdasarkan data yang dirilis Arab Saudi, total jemaah haji 2022 pada kisaran 800.000. Jumlah ini terbilang kecil. Sebab, saat normal, jumlah jamaah haji bisa mencapai 2,5 juta orang.
“Kondisi Makkah yang lengang, mendorong PPIH atas arahan Gus Men Yaqut Cholil Qoumas untuk memberikan layanan katering secara penuh. Saat itu, jamaah haji Indonesia mendapatkan 75 kali makan selama di Makkah berupa sarapan, makan siang, dan makan malam,” paparnya.
“Kondisi 2022 yang relatif lengang, memungkinkan layanan katering diberikan hingga menjelang puncak haji,” tegas Subhan.
Untuk 2023, kuota jamaah haji Indonesia kembali normal, bahkan mendapat tambahan 8.000 orang sehingga totalnya menjadi 229.000 jemaah. Kuota haji dunia juga kembali normal. Kota Makkah pada hari ini sudah sangat padat dan akan terus bertambah menjelang puncak haji, saat seluruh jemaah haji sudah berada di Kota Kelahiran Nabi.
“Tahun ini, PPIH memberikan layanan katering jamaah selama di Makkah sebanyak 66 kali berupa sarapan, makan siang, dan makan malam,” tutur Subhan.
“Karena kondisi lalu lintas yang sangat padat dan para juru masak juga sudah dikonsentrasikan ke Armina, maka layanan katering di Makkah dihentikan sementara pada sehari sebelum puncak haji dan dua hari setelah Armina,” tandasnya. (RLS)