PUSARAN.CO– Hampir semua daerah penghasil mengeluhkan rumitnya proses pengalihan participating interest (PI) 10% dari wilayah kerja Pertamina. Apalagi, mengacu pada Permen ESDM Nomor 37 Tahun 2016 setidaknya ada 10 tahapan yang harus dilalui.
Berbagai keluhan itu muncul dalam Focus Group Discussion (FGD) Pemerintah Daerah, BUMD dalam Wilayah Kerja PT Pertamina di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Kamis (6/4/2023). Acara ini digagas oleh Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET).
“Permen ESDM Nomor 37 Tahun 2016 mengatur 10 tahapan. Tata waktunya, katanya selesai dua tahun. Tapi faktanya sudah bertahun-tahun, belum juga selesai,” keluh Budi, perwakilan peserta dari Bojonegoro.
Bupati Banggai Amirudin Tamoreka dari Provinsi Sulawesi Tengah juga menyampaikan keluhan yang sama.
“Untuk urus PI 10% ini, kita kasih penyertaan modal BUMD. Kalau sampai setahun dua tahun tidak selesai, kepala daerah ikut pusing karena bisa jadi temuan. Uang modal hanya untuk bayar gaji direksi dan komisaris, tapi PI belum keluar-keluar. Jadi tolong, proses ini kalau bisa dipercepat,” seru Bupati Banggai.
Perwakilan lainnya pun sama, mereka bahkan berpikir buruk, lambannya proses pengalihan PI ini bukan tidak mungkin disengaja oleh pusat agar uang tidak segera mengalir menjadi penerimaan daerah.
“Dan daerah dipaksa harus berkelahi dulu untuk kue (PI 10%) yang sebenarnya masih sangat tidak jelas,” sindir salah satu komisaris PT Sumsel Energi.
Gubernur Kaltim H Isran Noor yang juga hadir dalam pertemuan itu pun ikut memberikan pendapat.
“Saya datang ke sini sebagai yang mewakili para gubernur se-Indonesia. Saya sangat menyimak apa yang dipersoalkan dari tadi,” buka Gubernur Isran Noor.
Gubernur Isran meyakini rumitnya pengalihan PI 10% itu ada di Pertamina dan SKK Migas. Secara jujur Gubernur tidak sependapat dengan keberadaan Permen 37 Tahun 2016. Sebab menurut Gubernur Isran Noor, dalam hal pembagian penerimaan negara, seharusnya tidak cukup hanya diatur dalam peraturan menteri, tapi minimal harus Peraturan Pemerintah (PP).
“Tapi ini, telur sudah jadi ayam. Ayam sudah jadi telur. Kita perbaiki saja, tidak usah ngotot-ngotot,” pesan Gubernur Isran yang juga Dewan Penasihat ADPMET itu.
Dijelaskan, selama ini penerimaan negara dari daerah-daerah penghasil migas itu sangat tinggi. Tapi banyak daerah penghasil masih tergolong daerah miskin. Karena itu, ketika muncul harapan dari PI 10% mereka sangat berharap bisa mengubah keadaan menjadi lebih baik.
“Sudah terlalu lama daerah penghasil memberi kontribusi besar kepada negara. Jadi, kuncinya Pertamina dan SKK Migas selesaikan ini. Pendapat-pendapat tadi harus diakomodir,” kritik Gubernur.
Sekjen ADPMET Andang Bachtiar bahkan melempar tawaran lain, mengenai kemungkinan meninggalkan pola 10 tahapan yang dinilai rumit itu dan memberi opsi penerimaan negara dari bisnis migas langsung diberikan kepada daerah dengan kalkulasi tertentu, tetapi bukan dana bagi hasil.
“Kita perlu diskusi lagi soal ini. Rencananya, September nanti akan ada pertemuan SKK Migas dengan para kepala daerah penghasil. Saya diminta mengordinir pertemuan itu. Rencana acara akan digelar di Bali pada September 2023,” ungkap Andang Bachtiar.
Tampak hadir Bupati Penajam Paser Utara M Hamdam dan Direktur Utama PT Migas Mandiri Pratama (MMP) Edy Kurniawan.
Kaltim sendiri memiliki beberapa wilayah kerja (blok migas) yakni, Wilayah Kerja (WK) Mahakam, WK Paser, WK Tengah, WK Sanga Sanga, WK Rapak, WK Wain, WK East Kalimantan, WK Ganal, WK Attaka dan WK Bontang. Namun belum semuanya mendapatkan pengalihan PI 10%.
Untuk WK yang saat ini sudah masuk tahapan 8 ada 2, yakni WK Sanga Sanga dan WK East Kalimantan. WK yang masih menunggu penawaran yaitu POD 1 ada 5 WK. Yakni WK Bontang, WK Ganal, WK South Tenggara, WK Rapak dan WK Wain.
“WK yang sudah lama berjalan yaitu WK Mahakam,” kata Dirut MMP Edy Kurniawan. (RLS)